Hari Guru

HARI GURU

Oleh : dr. HM. Jisdan Bambang Yulianto, Sp.B, MD. *)

 

 

Pak Slamet, guru SD saya tak pernah terlambat datang. Sebelum jarum jam di angka 7, beliau telah berada di gerbang sekolah dengan sepeda phoenix yang di sana sini kelihatan ada karatnya. Dan kami sebagai murid beliau akan berebut menghampiri dan mengambil alih sepeda beliau untuk dibawa ke belakang kantor guru tempat parkir sepeda, sementara yang lainnya akan bersalaman dengan beliau bergantian sampai beliau masuk ruang guru. Seperti itu kami lakukan kepada semua guru kami. Usai upacara pagi, berebut membawa sepeda ke belakang kantor, barulah kami masuk ke kelas masing masing.

 

Demikianlah “adab” yang ditanamkan sebagai bekal dan sikap hidup kami sebagai anak murid. Ditanamkan dalam diri kami “akhlaq” yang kemudian akan terbawa sampai kami bertumbuh, dan akan menjadi wajah karakter budaya umat dan bangsa. Tidak dengan pelajaran budi pekerti, tapi langsung dibentuk dalam interaksi keseharian.

 

Komunikasi sesama guru, dengan “Pak bon”, dengan murid, dan dengan semua unsur yang diwadahi institusi yang diberi nama “sekolahan”. Di dalam kelas, semua kegiatan di dalamnya selalu diawali dengan doa yang maknanya selalu diterangkan dan diterangkan kembali, sehingga doa bukan sekedar ritual saja, tapi juga dihujamkan di sanubari. Suatu proses “mendidik” yang efektif selama rentang waktu 6 jam, dalam membentuk watak dan kepribadian. Dengan bimbingan, dengan contoh keteladanan, dan dengan meng”create” lingkungan yang menyejukkan dan kondusif untuk membangun karakter.

 

Pelajaran yang kami terima tidak terasa rumit, bahkan nyaris sederhana dan mengasyikkan. Namun tak mengurangi “konten” tata nilai ilmu yang diperkenalkan kepada kami. Bahasa yang mewarnai keseharian juga bahasa yang santun, karena ditopang oleh bahasa Jawa yang memiliki struktur bahasa yang berjenjang dalam kesantunan interaksinya. “ngoko, krama madya, krama hinggil dan sebagainya”.

 

Kegaduhan dalam bertutur nyaris tak pernah terdengar. Peran sentra GURU kami amat sangat luar biasa dalam mengendalikan, mengawasi, dan menuntun proses penanaman “akhlaq” atau bahasa awamnya budi pekerti, sepanjang 6 jam di sekolahan. Quality Control kata orang modern.

 

Ketika ada salah satu guru kami sedang sakit, maka kami secara bergiliran dijadual mendampingi wali kelas untuk menjenguk, diajarkan oleh wali kelas kami bagaimana adab menjenguk orang sakit, diajari bagaimana berdoa dan mendoakan orang sakit.

 

Guru kami bukan sekedar memberi pelajaran di kelas. Guru kami adalah GURU yang membimbing untuk belajar menjadi “manusia” yang sedang melangkah meniti jembatan kehidupan.. Guru kami adalah Guru yang memberdayakan. Guru kami adalah guru yang mengenalkan makna keluhuran hati.

 

TERIMA KASIH KUUCAPKAN

PADA GURUKU YANG TULUS

ILMU YANG BERGUNA SLALU DILIMPAHKAN

UNTUK BEKALKU NANTI

 

SETIAP HARI KU DIBIMBINGNYA

AGAR TUMBUHLAH BAKATKU

KAN KUINGAT SLALU

NASIHAT GURUKU

TRIMAKASIH KUUCAPKAN.…

 

(dua bait lagu untuk semua guru kami)

 

Jakarta, 25 Nopember 2019

 

 

*)seorang dokter bedah umum ahli bedah minimal invasif, bertugas di RS Pondok Indah Bintaro Jakarta